21 Oktober 2009

Pikirkan Nasib Kawan2kn


wiyata bakti...apa kabarmu??

Tulisan ini sesungguhnya telah lama ingin aku buat dan segera bisa dimuat, meskipun hanya aku muat di blog pribadi. Siapa tahu tidak sengaja ada pejabat pengambil kebijakan yang membaca tulisan ini dan paling tidak bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, khususnya di dunia pendidikan.
Unek-unek kali ini adalah tentang nasib kawan-kawan saya di sekolah yang status mereka masih wiyata bakti, belum PNS. Di Wonosobo tercatat masih banyak tenaga wiyata bakti yang tersebar di semua jenjang pendidikan, mulai di TK, SMP, SLTA, bahkan perguruan tinggi. Pertanyaan utama mereka hanya satu yaitu kapan saya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil? Pertanyaan susulan berikutnya banyak bahkan banyak sekali. Antara lain:
1. Apa saya kurang lama sih wiyata baktinya?
2. Apa pemerintah tidak memikirkan nasib keluarga saya?
3. Apakah pemerintah tidak tahu keberadaan kami-kami?
4. Apakah ada jalur jadi PNS dengan membayar sejumlah uang tertentu?
5. Mengapa perekrutan CPNS tidak ada prioritas bagi kami?
6. Mengapa malah orang-orang luar daerah yang diterima di ‘negara’ kami?
7. Ada daerah yang bertahap telah mengangkat tenaga wiyat bakti menjadi PNS. Kenapa Wonosobo tidak?

Dan masih banyak lagi sederet pertanyaan di benak para wiyata bakti. Apa kekurangan mereka. Kalau mau jujur kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka tidak selalu di bawah para PNS, bahkan banyak dari mereka yang melebihi para PNS. Kalo gajinya jelas tidak, tapi paling tidak pengorbanan dan pengabdian mereka tidak bisa dipungkiri. Yang perlu kita pahami bersama adalah tingkat kebutuhan hidup para wiyata bakti dengan mereka yang sudah PNS itu hampir sama, bahkan ada yang melebihi. Mereka juga harus memikirkan biaya pendidikan anak-anaknya. Dari mana mereka dapat uang untuk mencukupi kebutuhan anak dan keluarganya?
Saya sangat berharap pemerintah daerah memberikan prioritas utama dan pertama bagi para wiyata bakti dalam penjaringan CPNS tahun 2009 ini. Dengarkanlah jeritan hati mereka. Mereka yang sudah banyak berkorban demi kemajuan daerah ini, bukan mereka yang dari luar daerah non wiyata bakti. Alasan kualitas SDM? Para wiyata bakti kurang berkualitas?
Kualitas SDM bisa ditingkatkan sambil jalan, toh banyak dana untuk itu. Yang paling penting ketentraman hati.
Semoga para pengambil kebijakan (Bupati) mendengar jeritan hati mereka dan mengabulkan permohonan mereka juga. Amin.

09 September 2009

KUDACIL


KUDACIL

By Agus Budiyanto, S.Pd., M.Pd.



Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Marhaban ya Ramadhan!!!

Selamat dating bulan suci, kepada kawan-kawan dan saudara-saudaraku umat muslim di seluruh dunia dan dunia lain yang beriman, selamat menjalankan ibadah puasa wajib penuh 30 hari di bulan penuh berkah dan maghfirah ini, semoga dapat menjalankan dengan lancer, sehat, dan diterima serta mendapat pahala yang luar biasa besarnya dari Sang Maha Pencipta, Sang Maha Segalanya.

Kawan-kawan,

Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan di negara kita, negara kaya, negara yang serba bisa, sampai-sampai para koruptor kelas ‘mbahe kakap’ bisa juga lolos dari jeratan hukuman.

KUDACIL, judul yang saya pilih pada kesempatan hari ini. Bukan binatang, bukan, buah-buahan, apalagi soal tumbuhan. Istilah ini beserta kepanjangannya saya dapatkan di Workshop Peningkatan Kompetensi Guru SMP Daerah Terpencil Mata Pelajaran Bahasa Inggris, tanggal 07-10 September 2009 di LPMP Jawa Tengah, Semarang. Dan pagi ini adalah pagi yang sangat menyenangkan bagi sebagian peserta yang sudah’ bernafsu’ ingin menyudahi acara ini, tapi mungkin juga pagi yang disayangkan bagi sebagian kecil peserta yang lain, karena empat hari tiga malam begitu singkat, materi-materi yang diterima dan didiskusikan belum terlalu banyak, masih banyak persoalan bagi sekolah di daerah yang dikategorikan terpencil yang belum ter’explore’. Tipe peserta yang kedua ini menginginkan waktu pelatihan lebih lama, meskipun harus jauh dan terpaksa memendam rasa kangen pada anak istri suami keluarga tercinta di rumah, tetapi demi keselamatan anak-anak bangsa dan bangsa tercinta ini, maka mereka siap mengorbankan apapun. Bukankah ajaran agama menyatakan jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang lain, itulah sebaik-baiknya manusia.

Kembali ke KUDACIL,

Singkatan sekolahKU diDAerah terpenCIL.

Workshop kali ini diikuti 35 peserta dari 7 kabupaten di wilayah Jawa Tengah. Kami semua adalah guru Bahasa Inggris yang berasal dari sekolah-sekolah di wilayah terpencil, minimal menurut versi LPMP Jawa Tengah, dan betul juga ternyata rata-rata peserta ketika kami saling mencurahkan isi hati menyatakan dan menceritakan tentang keterpencilan kita-kita. Yah pada saat inilah baru kemudian saya melihat dan menyadari langsung bahwa saya dan teman-teman di SMP 6 Wadaslintang memiliki kawan-kawan, pendekar-pendekar bangsa, guru-guru bangsa, yang nyaris senasib dan sepenanggungan.

Tapi yang jelas kami dan sekolah kami masih dalam lingkungan NKRI, meskipun di wilayah terpencil (remote area).

Adapaun materi yang sebenarnya tercantum dalam modul adalah:

1. Kebijakan Depdiknas

2. Standar Nasional Pendidikan

3. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

4. Penilaian

5. Silabus

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

7. Pembelajaran Berbantuan ICT

8. Lesson Study


Pada hari keempat ini saya merasakan beberapa hal yang rasanya mengganjal. Awalnya saya berharap ada ‘introducing’ dari tiap-tiap peserta tentang keadaan sekolah masing-masing, menceritakan tentang keterpencilannya, kaitannya dengan tiap-tiap materi, secara maksimal. Memang sebagian sudah dilaksanakan, namun porsinya masih sangat minim.

Hal tersebut sebenarnya bisa meningkatkan rasa kebersamaan, termasuk kebersamaan emosional, menghadapi masa depan pendidikan di Negara kita tercinta, menggugah emosional para peserta sehingga meskipun acara dilaksanakan pada saat sebagian besar peserta berpuasa, menahan haus dan dahaga, menahan amarah dan nafsu, namun mereka powerful dan hopeful. Bukan salah siapa.

Materi yang disampaikan dan para pemateri yang dihadirkan sudah bagus, hanya mungkin beberapa peserta belum terlalu familiar dengan forum-forum ilmiah seperti, sehingga kita-kita kurang bisa memanfaatkan acara tersebut dengan maksimal, sehingga kadang-kadang semuanya asal jalan.

Kami semua terus terang masih berharap banyak kelanjutan dari forum ini, dan kebetulan LPMP juga sudah mengajak kami berdiskusi tentang rencana tindak lanjut.

Semoga ke depan meskipun masih ada daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah pinggiran (margin area), atau apapun istilah atau sebutannya, yang penting semangat semua pihak yang terkait dengan sekolah tetap menyala bahkan membara dalam membangun anak-anak bangsa dan bangsa ini. Dan yang kedua daerah boleh terpencil, tetapi prestasi harus kota, tentunya prestasi kota yang positif.

Semoga kita, para guru siap berjihad, sampai tetes darah dan keringat yang penghabisan membela dan membangun bangsa ini lewat jalur penndidikan. Marilah kita menjadi contoh para profesi yang lain, membangun bangsa ini dengan hati, tanpa korupsi.

Akhirnya terima kasih LPMP Jawa Tengah yang telah memfasilitasi forum ilmiah ini, semoga selalu meningkatkan kualitas pelayanan khususnya materi dan juga akomodasi.

Kami menunggu forum-forum selanjutnya.

Selamat jalan kawan-kawan. Selamat kembali ke daerah terpencil, setelah empat hari tiga malam menghirup udara Allah di kawasan metropolitan Semarang, kota lumpia. Mudah-mudahan tidak alergi karena perubahan suhu dan cuaca. Keluarga tercinta sudah menunggu di rumah.

Semoha Allah memberkati forum kita ini.

Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

download via ziddu

27 Juli 2009

TOBAT NASIONAL

Wonosobo, 26 Juli 2009

TOBAT NASIONAL

Sudah sejak lama sebenarnya penulis merenungkan sebuah fenomena yang kalau boleh dibilang aneh tapi nyata. Kenapa aneh karena hal tersebut terjadi di dalam dunia pendidikan, yang seharusnya hal tersebut jauh dari terjadi.

Kecurangan yang sistematis dan terencana dalam pelaksanaan ujian nasional di sekolah, itulah fenomena yang mau penulis curhatkan. Sudah banyak pembicaraan dan berita serta opini berkaitan dengan persoalan ini. Pertanyaannya adalah kenapa hal itu bisa terjadi dan mengapa justru orang-orang yang paham betul masalah pendidikan berada di balik layar atau bahkan sebagai pelakunya? Tentu banyak versi untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Kini yang paling penting bukanlah mendiskusikan panjang lebar kenapa dan mengapanya, tetapi penulis mengajak kepada semua dan seluruh pihak yang terlibat dan merasa terlibat dengan kecurangan-kecurangan semacam itu untuk segera menyadari betul dan bertobat . Menyadari bahwa perbuatan itu yang sekilas nampaknnya membantu siswa agar lulus ujian nasional, sebenarnya justru sebaliknya, artinya perbuatan itu tidaklah membantu tetapi justru menjerumuskan para siswa kepada masa depan mereka yang penuh kebohongan intelektual. Kebohongan yang bakal mereka bawa sampai akhir hayat mereka, bahkan akan menurun pada keturunan mereka ke berapapun, sampai dunia kiyamat. Dan apabila tidak ada pertobatan nasional, niscaya keterpurukan dan laknat Allah yang bakalan menimpa anak-anak bangsa ini yang kemungkinan mereka belum menyadari. Jangan sampai terjadi.

Istilah tobat nasional ini penulis terima ketika mengikuti Bintek Manajemen Sekolah bagi SMP/MTs di Semarang pada pertengahan Juli ini, yang disampaikan salah seorang nara sumber. Pada saat itulah sebenarnya penulis dalam hati kecil ingin mengusulkan dalam forum ilmiah tersebut, meskipun forum tersebut bukan skala nasional, diadakan ‘launching’ tobat nasional tentang kecurangan-kecurangan yang disengaja dalam pelaksanaan ujian nasional di sekolah. Namun keinginan tersebut penulis tahan, karena memang penulis belum paham benar kondisi sekolah-sekolah yang lain yang kebetulan ikut dalam forum tersebut. Jangan-jangan yang terjadi kemudian adalah bumerang, atau senjata makan tuan.

Apapun itu, yang jelas kita harus segera menghentikan dan berjanji, bahkan bersumpah tidak akan mengulangi kecurangan-kecurangan pelaksanaan ujian nasional, meskipun dengan dalih membantu kelulusan anak didik kita. Modus-modus seperti penyusunan daftar nominasi peserta ujian nasional yang direkayasa, pembocoran soal ujian, pesan agar para siswa saling ‘warah-warahan’, bahkan sampai yang paling tragis dan sadis pemberian kunci jawaban dengan cara apapun, harus segera diakhiri, meskipun hal tersebut atas ‘dhawuh’ sang kepala sekolah, kepala dinas, bahkan ‘kanjeng bupati’.

Bukankah tujuan mulia pendidikan kita adalah membentuk watak anak didik yang jujur dan bertanggungjawab, sudah semestinya kita sebagai pendidik harus selalu berusaha menginternalisasi nilai-nilai kejujuran pada anak didik kita. Kita sekali lagi jangan terjebak dengan kenikmatan sesaat, atau jangan terjebak dengan ‘rayuan politik’ para penguasa yang mungkin dengan cara apapun silahkan yang penting target kelulusan tercapai.

Untuk itu, marilah kita bersama, antara para pendidik, para siswa, para orang tua, komite sekolah dan masyarakat dan semua pihak yang peduli dengan pendidikan, segera melakukan tobat nasional, memukul ‘genderang perang’ mengawal moral sebagai panglima, agar semua anak bangsa dapat lulus dari lembaga pendidikan mereka dengan menerima dan membawa sertifikat kejujuran.

Marilah kita mulai pertobatan nasional ini dari sekolah kita masing-masing, SEKARANG!!!

Semoga Allah SWT mengabulkan semua niat suci kita dalam mendidik anak-anak bangsa dan membangun negeri tercinta kita ini. Amin.

download via bebasupload

20 Mei 2009

Seputar Sertifikasi Guru


SERTIFIKASI, JAMINAN GURU PROFESIONAL?
Agus Budiyanto

Judul di atas sengaja penulis buat dalam bentuk pertanyaan. Semoga tidak menimbulkan salah pengertian atau missed perception dari para pembaca. Yang penulis maksud di sini bukanlah bahwa sertifikasi merupakan jaminan buat guru yang profesional, namun bahwa guru yang sudah lolos dan lulus sertifikasi apakah dijamin kerjanya profesional.
Penulis memiliki beberapa pandangan yang mungkin bagi pembaca kurang sreg. Namun semata-mata penulis sangat ingin melihat kalaupun tidak sekarang namun di kemudian hari program sertifikasi guru ini benar-benar certified, artinya mulai dari proses rekruitmen, proses penilain sampai pada tahap pemantauan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Hal ini mutlak dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait, khususnya dinas pendidikan, agar di kemudian hari juga program ini tidak akan menjadi bumerang bagi para guru. Jangan sampai mereka yang sudah menyandang gelar guru profesional, justru memperoleh makian dan bahkan umpatan dari rekan kerja atau bahkan dari pegawai di instansi lain. “Katanya profesional kok kerjanya kaya gitu, apanya yang profesional dari dia, profesional kok tidak bisa kasih contoh bagus bagi teman yang lain”, dan sederet kalimat atau kata yang lain.
Maaf, sebenarnya tujuan awal adanya sertifikasi, murni untuk membentuk sosok guru yang profesioanal, yang bisa diandalkan serta peduli dengan kemajuan pendidikan. Maka dalam UU Guru dan Dosen disyaratkan banyak hal yang bagi sebagian guru ‘menyulitkan bahkan menyengitkan’. Padahal dengan begitu sebenarnya akan terjadi seleksi alam dan ilmiah bagi mereka yang mampu dan memenuhi kriteria awal.
Beberapa periode perekrutan uji sertifikasi berlangsung, sementara itu pula banyak bermunculan usulan ‘pemudahan syarat’ ikut program ini. Hasilnya memang jelas, terdapat perubahan dan penjelasan tambahan tentang syarat awal bisa mengikuti seleksi, dan juga siapa saja yang bisa ikut. Sekilas memang terasa manis perubahan kebijakan tersebut, namun menurut penulis ada beberapa ‘penodaan’ terhadap program sertifikasi guru ini.
Penulis sebenarnya agak prejudice dengan pemerintah, namun sejak awal penulis tegaskan bahwa ini murni opini penulis atas kepedulian terhadap dunia pendidikan kita yang bukan semakin terang, tapi semakin buram.
Kalo guru sejahtera sebenarnya itu harus. Sejahtera identik mereka harus mendapatkan imbalan yang layak atau cukup syukur lebih tapi tidak berlebihan atas hasil keringat mereka mengajar dan mendidik anak bangsa. Sejahtera tidak memandang kualifikasi akademik, umur, pangkat/ golongan, dan bahkan masa kerja.
Penulis kaitkan dengan program sertifikasi. Menurut penulis harus dibedakan antara sertifikasi dengan kesejahteraan guru. Sertifikasi memang harus melalui uji atau seleksi yang ketat dan persyaratan yang jelas dan pasti, bukan seperti karet yang bisa diolor-olor, hingga yang mestinya tidak bisa ikut jadi bisa ikut. Karena sementara yang penulis amati di lapangan munculnya perubahan kebijakan tersebut dalam rangka memenuhi aspek ekonomis, bukan kualitas dan jauh dari profesional.
Mudah-mudahan ke depan para pengambil kebijakan bisa lebih jernih pikirannya dalam memutuskan sebuah kebijakan, sehingga tidak mudah terkeruhkan oleh riak-riak di sekitarnya.
Bagi guru, sejahtera harus, karena mereka mendidik manusia bukan mesin, yang jauh tingkat kerumitannya lebih tinggi.
Kualitas pendidik dan pendidikan juga tidak bisa ditawar harus ditingkatkan, salah satunya melalui program sertifikasi, yang akan melahirkan guru-guru profesional.
Penulis meramalkan jika proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring program sertifikasi masih seperti sekarang ini, maka yang muncul dan lahir bukanlah guru-guru atau pendidik yang profesional, tapi mereka yang sok profesional bersembunyi di balik kerudung sertifikat pendidik profesional.
Sekali lagi, mungkin hanya di negara tercinta kita ini yang para guru dan pendidiknya masih terus mengurusi dan menuntut kesejahteraan. Kapan ngurusi anak didik mereka. Kapan pendidikan kita bisa bersaing dengan negara-negara maju yang lain. Apakah Negara tidak mampu mensejahterakan gurunya. Apakah guru tidak boleh sejahtera.
Semoga ke depan lebih baik.
Amin.

15 Mei 2009

SBY Berbudi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mendeklarasikan secara resmi Budiono sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya di pemilu presiden Juli 2009 mendatang. Deklarasi Budiono tersebut menjawab ancaman kelompok koalisinya PAN, PKS dan PPP yang menolak Budiono sebagai cawapres.

Bertempat di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) Bandung, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keputusan cawapres Budiono itu dalam pidato politiknya dihadapan ribuan para kader dan pendukungnya.

Menurut Susilo Bambang Yudhoyono, alasan mengapa dirinya memutuskan Budiono sebagai calon pendampingnya, dikarenakan sosok Budiono jauh dari konflik of interes, atas kepentingan ekonomi dan politik.

Sementara itu, Budiono dalam pernyataanya menyatakan siap mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono untuk membangun ekonomi yang diusung Susilo Bambang Yudhoyono, meski kemunculannya mendapatkan resistensi dari kelompok partai yang berkoalisi dengan Partai Demokrat.

Business Letters


Business Letter Vocabulary

attachment

extra document or image that is added to an email

block format

most common business letter format, single spaced, all paragraphs begin at the left margin

body

the content of the letter; between the salutation and signature

bullets

small dark dots used to set off items in an unnumbered list

certified mail

important letters that sender pays extra postage for in order to receive a notice of receipt

coherent

logical; easy to understand

concise

gets to the point quickly

confidential, personal

private

diplomacy, diplomatic

demonstrating consideration and kindness

direct mail, junk mail

marketing letters addressed to a large audience

double space

format where one blank line is left between lines of text

enclosure

extra document or image included with a letter

formal

uses set formatting and business language, opposite of casual

format

the set up or organization of a document

heading

a word or phrase that indicates what the text below will be about

indent

extra spaces (usually 5) at the beginning of a paragraph

informal

casual

inside address

recipient's mailing information

justified margins

straight and even text, always begins at the same place

letterhead

specialized paper with a (company) logo or name printed at the top

logo

symbol or image that identifies a specific organization

margin

a blank space that borders the edge of the text

memorandum (memo)

document sent within a company (internal), presented in short form

modified block format

left justified as block format, but date and closing are centered

on arrival notation

notice to recipient that appears on an envelope (e.g. "confidential")

postage

the cost of sending a letter through the Post Office

proofread

read through a finished document to check for mistakes

punctuation

marks used within or after sentences and phrases (e.g. periods, commas)

reader-friendly

easy to read

recipient

the person who receives the letter

right ragged

format in which text on the right side of the document ends at slightly different points (not justified)

salutation

greeting in a letter (e.g. "Dear Mr Jones")

sensitive information

content in a letter that may cause the receiver to feel upset

semi-block format

paragraphs are indented, not left-justified

sincerely

term used before a name when formally closing a letter

single spaced

format where no blanks lines are left in-between lines of text

spacing

blank area between words or lines of text

tone

the feeling of the language (e.g. serious, enthusiastic)

transitions

words or phrases used to make a letter flow naturally (e.g. "furthermore", "on the other hand")


Pengikut