24 Februari 2009

English 2


STIE PUTRA BANGSA KEBUMEN
English for Management 2
by Agus Budiyanto, S.Pd.,M.Pd. and Vita Dewi Raras Asianti, S.S.

Kontrak Perkuliahan

1. Table of Content (Materi) :

(Adopted from A Rapid Course in English for Students of Economics-Tom Mc Arthur 1990).
  1. Application Letters (1st and 2nd meeting)
  2. Utility and Prices (3rd and 4th meeting)
  3. Labor and Capital (5th and 6th meeting)
  4. Mid Test
  5. Business Letters (7th and 8th meeting)
  6. Supply and Demand (9th and 10th meeting)
  7. Money and Banking (11st and 12th meeting)
  8. Final Test

2. Prosentase

a. Tugas = 30%
b. Mid test = 20%
c. Etika = 5%
d. Presensi = 15%
e. Final Test = 30%
Jumlah = 100%

3. Catatan
a. Setiap tugas yang diberikan harap dikerjakan sebaik-baiknya, jika tugas tidak lengkap dipastikan nilai akhir tidak keluar atau dapat D.
b. Beberapa tugas diberikan lewat http://agusbudiyantohotnews.blogspot.com
dan beberapa harus dikirim melalui mutiaramadhani@gmail.com


Friends



21 Februari 2009

Artikel Tugas


BOLEHKAH GURU DI INDONESIA SEJAHTERA?[1]

By Agus Budiyanto

  1. PENDAHULUAN

Salah satu penyebab terpuruknya mutu pendidikan di Indonesia adalah karena kesejahteraan para gurunya yang rendah. Dengan gaji yang ada, para guru belum mampu mencukupi kebutuhan esensial rumah tangganya. Pekerjaan sampingan di luar profesi perlu dilakukan jika guru ingin hidup “lumrah”, bergaul, dan bersosialisasi dengan sesamanya. Bahkan ada ungkapan “gaji sebulan hanya cukup sehari” merupakan gambaran rendahnya kesejahteraan guru yang jujur dan lugu.

Kehidupan guru tidaklah cukup diciptakan lagu yang membikin bulu kuduk berdiri. Mereka perlu tercukupi kebutuhan kehidupannya. Dengan kesejahteraan yang proporsional besar kemungkinan ‘Sang Guru’ tenang, mantap dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja guru adalah tingkat penghasilan yang memadai, yang dapat menimbulkan konsentrasi kerja, sehingga kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas (Mulyasa, 2003:140).

Beberapa waktu yang lalu Pemerintah disibukkan maraknya aksi demo yang dilakukan para guru di seantero negeri. Masalah minimnya kesejahteraan (gaji) sering menjadi pemicu munculnya unjuk rasa. Potret kondisi objektif guru di Indonesia nampaknya tidak selalu menguntungkan. Berbeda dengan negara maju, posisi tawar guru di pasar kerja (market place bargaining power) sungguh sangat tinggi. Hal ini melihat peran strategis guru mendapat porsi perhatian luar biasa dari pemerintah. Mengingat posisi guru sangat dijunjung tinggi sekaligus profesi yang patut dibanggakan.

Melihat kenyataan pahit yang ada, posisi guru di Indonesia sangatlah dilematis. Dalam sistem ekonomi kapitalis dewasa ini, mestinya diharapkan intervensi pemerintah untuk melindungi hak-hak guru. Namun realita sering berbicara lain. Adanya agenda terselubung kepentingan politis serta berbagai interest pribadi berbagai birokrat yang menguat, tak jarang pula memaksa pemerintah tampaknya harus lebih memihak pada kepentingan lain (non-edukasi).

Apalagi di tengah-tengah kondisi ekonomi nasional yang tidak menentu seperti sekarang ini, jelas para guru kena getahnya. Janji manis pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan bagi guru sepertinya masih sebatas slogan.

Begitu mengenaskannya potret kehidupan (ekonomi) profesi seorang guru, sehingga muncul berbagai “plesetan” yang menyakitkan. Diantaranya adalah istilah “AMDG” (Aku eMoh Dadi Guru), “GURU” (Gubug Usang Rawan Utang), dan lain-lain. Memang, begitulah kenyataan hidup seorang guru. Pertanyaannya adalah bolehkah guru di Indonesia sejahtera?

Di sisi lain, fenomena gaji guru yang pas-pasan ternyata juga memunculkan persoalan dilematis. Misalnya, bagaimana mungkin seorang guru bisa membeli buku, surat kabar, dan keperluan mengajar lainnya, sementara ia masih harus memikirkan asap dapur agar tetap ngebul. Masih dihadapkan dengan cicilan rumah, anak sakit, kredit sepeda motor, dan lain-lain. Mereka dituntut profesional bekerja dan mengabdi, namun hak-haknya selama ini belum imbang. Mulai dari gaji, kenaikan pangkat, pengembangan karir, perlindungan hukum dan kesempatan untuk menggunakan sarana (fasilitas) pendidikan.

Secercah harapan muncul ketika pemerintah atas desakan dan masukan dari berbagai pihak akhirnya mengeluarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Lahirnya UU ini merupakan uapaya meningkatkan harkat, martabat dan profesi guru, termasuk pemberian tunjangan bagi para guru profesional.

  1. PERMASALAHAN

Terdapat beberapa permasalahan berkaitan dengan kesejahteraan para tenaga pendidik (guru) di Indonesia khususnya, antara lain:

1. Tingkat kesejahteraan para guru di Indonesia masih jauh di bawah dibandingkan tingkat kesejahteraan (gaji) guru negara-negara tetangga ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Vietnam, dan lain-lain.

2. Para guru sementara ini kebanyakan hanya berkutat pada buku ajar teks semata. Salah satu akibatnya, mereka kurang paham seluk beluk dunia pasar modal dan entrepreneurship atau wira usaha.

3. Guru kebanyakan belum memiliki ketrampilan dan kemampuan lain yang mendukung apapun bentuknya. Misalnya kemampuan menulis, kemampuan meneliti dan kemampuan berkarya yang lain.

4. Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) yang menjadi dasar hukum para guru hanyalah merupakan produk politik. Apa yang ditulis dalam UU tersebut tak ubahnya sebagai janji politik. Oleh karenanya kita semua harus mengawal agar ketentuan yang sudah dijanjikan itu bukan sekedar wacana tetapi harus diwujudkan. Berdasarkan UU tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk meningkatkan kualifikasi akademik bagi guru dan menyelenggarakan sertifikasi pendidik.

5. Lahirnya UU Guru dan Dosen tersebut juga mendatangkan tantangan baru bagi para guru, beban guru menjadi lebih berat karena masyarakat luas juga akan memiliki instrumen yang jelas untuk melihat kinerja para guru.

6. Aneh tapi nyata! Itulah ungkapan yang tepat membicarakan “sikap” masyarakat terhadap dunia pendidikan. Mayoritas mereka menuntut pendidikan bermutu, output-nya “oke”, dan biayanya murah. Masyarakat belum sepenuh hati dalam membantu pembiayaan di sekolah.

  1. PEMBAHASAN

Guru perlu kehidupan yang layak dan memadai. Selama kehidupan “para pencerdas” bangsa ini masih kembang kempis, rasanya tidak mungkin mutu pendidikan akan lebih baik. Memikirkan diri sendiri dan keluarganya saja sulit, mana mungkin dapat bekerja secara maksimal. Salah satu hak tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan adalah memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai (Pasal 40 ayat 1 UU Sisdiknas 2003). Sudahkah penghasilan tenaga pendidik saat ini proporsional?

Gaung peningkatan gaji guru sering kita dengar, apalagi pada saat-saat kampanye pemilihan calon pemimpin negeri ini. Bahkan capres SBY dahulu juga menabur “mimpi” akan perbaikan gaji pegawai, termasuk guru, sekurang-kurangnya 2 juta rupiah. Sewaktu pemilu legislatif juga tidak jauh berbeda. Para guru dijadikan “ladang empuk” calon penguasa yang mengadu nasib untuk merebut posisi kekuasaannya. Kini, kita semua bisa menjadi saksi bahwa janji-janji mereka hanya tinggal janji belaka. Inilah persoalan dan permasalahan para guru di Indonesia.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, rasanya terlalu sulit bila pemerintah masih bersikap setengah hati dan “acuh tak acuh” tanpa ada solusi yang jelas. Berikut ini mungkin dapat dijadikan alternatif bagi terciptanya potret guru yang sejahtera di negeri ini.

Pertama, pemerintah rasanya perlu membandingkan tingkat kesejahteraan (gaji) guru dengan negara-negara tetangga ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Vietnam, dan lain-lain. Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan faktor-faktor eksternal apa yang membuat pemerintah setempat mampu menaikkan gaji guru.

Upaya mengangkat kesejahteraan guru dengan menaikkan gaji merupakan sebuah tindakan positif. Berkat gaji naik, kebutuhan akan materi bagi guru diharapkan sedikit demi sedikit dapat terangkat. Berbagai kegiatan sampingan yang dilakukannya mulai dapat dikurangi. Terkurasnya energi akibat kegiatan sampingan tersebut dapat dihindarkan. Kebutuhan siswa akan perhatian dan bimbingan guru dapat terpenuhi. Mutu pendidikan yang diharapkan oleh semua pihak dapat tercapai.

Kedua, perlunya pemerintah mempopulerkan program “melek finansial” atau menggalakkan “program wira usaha” pada para guru secara gratis dan periodik. Dengan demikian para guru tidak hanya berkutat pada buku ajar teks semata. Namun, mereka juga paham seluk beluk dunia pasar modal dan entrepreneurship.

Ketiga, seorang guru diharapkan mampu memiliki ketrampilan dan kemampuan yang mendukung apapun bentuknya. Sebagai solusi terhadap masalah ini maka hendaknya setiap guru dibekali ketrampilan sesuai dengan bakat dan hobi yang dimilikinya. Sehingga penghasilan yang didapat bisa berlipat ganda dan mendatangkan kepuasan batin disamping tetap bekerja sebagai guru.

Keempat, karena UUGD merupakan produk politik, kita semua harus mengawal agar ketentuan yang sudah dijanjikan harus diwujudkan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk meningkatkan kualifikasi akademik bagi guru dan menyelenggarakan sertifikasi pendidik secara transparan dan akuntabel. Beberapa Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU tersebut juga sampai saat ini belum terealisasi. Untuk itu kita semua harus terus memberikan masukan bahkan tekanan kepada pemerintah untuk segera melaksanakan beberapa ketentuan dalam UUGD tersebut. Apalagi ketentuan anggaran pendidikan sudah jelas 20% dari APBN dan APBD (Pasal 31 ayat 4 UUD 1945). Tapi kenyataannya alokasi dana pendidikan masih sangat jauh dari ketentuan UUD tersebut.

Sambil menunggu PP UUGD yang tengah diuji publik, sebagai tahap awal, sepertinya pemerintah mulai tahun 2007 ini mulai merealisasikan upaya peningkatan kesejahteraan para guru dengan menaikkan tunjangan fungsional mereka, baik yang PNS maupun yang non-PNS. Dan yang agak menggembirakan kenaikan kesejahteraan ini bukan hanya milik guru di sekolah formal, tetapi juga di sekolah non formal.

Kelima, para guru harus senantiasa meningkatkan mutu profesionalismenya. Kedepan profesionalisme guru tidak boleh lagi sebagai sebuah profesi tambahan atau “sekedar tombo anyang-anyangen”, para guru harus benar-benar profesional. Guru harus memiliki semangat yang besar dalam upaya penanganan tugas peningkatan mutu pendidikan. Kalau semua guru sudah profesional, hak dan kewajibannya terpenuhi maka pendidikan akan maju, SDM kita akan lebih berkualitas.

Keenam, masyarakat dibutuhkan partisipasinya, baik moral maupun finansial untuk upaya peningkatan pendidikan. Saat ini masih banyak masyarakat (orang tua) yang tega “memiskinkan diri” bila diajak dialog membicarakan peningkatan sarana prasarana pendidikan serta peningkatan kesejahteraan guru.

  1. KESIMPULAN

Keseriusan sang guru dalam bekerja memiliki simbiosis mutualisme dengan keberhasilan tugas kewajibannya. Bila “para embun penyejuk” seantero negeri ini telah mantap kesejahteraannya (lahir dan batin) tuntutan peningkatan kualitas pendidikan sangat masuk logika.

Untuk menunjang profesionalisme yang prospektif, guru perlu mendapat jaminan kesejahteraan yang memadai. Termasuk imbalan kerja dan kepastian karier. Dengan adanya jaminan itu, guru bisa mewujudkan sebagai pribadi yang mandiri, matang, penuh percaya diri, berwibawa, dan profesional.

Oleh karenanya marilah kita bersama-sama berdo’a, semoga pemimpin bangsa menyerap inspirasi, merenungkan dan memutuskan nasib para pengukir budi pekerti negeri ini dengan peningkatan kesejahteraan para guru kita.

DAFTAR PUSTAKA

Kusmin. 2006. Gaji Guru antara ‘Das Sollen dan Das Sein’. Derap Guru VII. 27-28.

Mulyasa. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahmat, Amat. 2006. Nasib Guru Menuntut Perhatian. Derap Guru VII. 73:19-20.

Tugimin. 2006. Kenaikan Gaji dan Komitmen Guru terhadap Tugas. Derap Guru VII. 75: 24.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: BP.Panca Usaha.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 2006. Jakarta.



[1] Artikel ditulis untuk memenuhi tugas kuliah

17 Februari 2009

SOAL UJIAN SEMESTER

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GANJIL TA. 2008/2009

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PUTRA BANGSA

Mata Kuliah : Bahasa Inggris 1

Bobot : 3 SKS

Hari/Tanggal : Rabu/ 11 Februari 2009

Prodi/ Semester : Manajemen/Akuntansi/ 1

Dosen Pengampu : Agus Budiyanto, S.Pd., M.Pd.

Sifat Ujian : Tertutup

Text 1 (for question no 1-5)

Most people work in order to earn their living. They produce goods and services. Goods are either produced on farms, like maize and milk, or in factories, like cars and paper.

Services are provided by such things as schools, hospitals and shops. Some people provide goods; some provide services. Other people provide both goods and services. For example, in the same garage, a man may buy a car, or he may buy some service which help him to maintain his car.

The work which people do is called their economic activity. Economic activities make up the economic system.

The economic system is the sum-total of what people do and what they want.

The work which people undertake either provides what they need or provides them with money.

People buy essential commodities with money.

Answer the question no 1-5 in complete sentences based on the text above !

  1. ………., or in factories, like cars and paper (line 2).

Mention other goods produced by factories at least 5 !

  1. Services are provided by such things as schools, hospitals and shops (line 3).

What kinds of services provided by schools?

  1. The work which people do is called their economic activity (line 7).

Give 2 examples of economic activity !

  1. People buy essential commodities with money (line 12).

What do you know about the term of essential commodities ?

  1. Give 3 examples of essential commodities !

Correct the following conditional !

  1. If you (go) to the exhibition, you would enjoy it.
  2. If she were in your position, she (act) differently.
  3. If you (break) this window, you will have to pay for it.
  4. I (be) grateful if you could help me.
  5. Agus (burn) his fingers if he plays with matches.

Change the sentences negative !.

1. He earns a lot of money.

2. They worked very rapidly in that factory.

3. The breeders sell a lot of horses and cattle.

4. The miners provided coal at an economic price.

5. A man with a good education usually earn quite a lot of money.



Good luck n keep smiling !!



Pengikut